BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam dunia kehumasan, kredibilitas itu mutlak
penting. Kita tidak hanya harus dipercaya, tapi juga harus senantiasa
mengemukakan segala sesuatu seperti apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang
sesungguhnya. Pada hakikatnya, intisari humas adalah pemahaman dan pengetahuan
yang menjurus kepada niat baik serta reputasi, dan semua itu tergantung kepada
keyakinan.
Konsekuensinya, prinsip “kejujuran adalah aturan
paling mendasar” berlaku di sini, dan itu berarti kegiatan-kegiatan humas
takkan membawa manfaat apa pun jika tidak dipercaya. Oleh karena itu jelas
bahwa humas juga jauh berbeda dari propaganda yang cenderung memaksakan ide-ide
tertentu, baik itu yang bersifat religius, sosial maupun politik kepada
masyarakat. Humas juga berbeda dari iklan yang condong mendorong-dorong atau
bahkan memanipulasi calon konsumen untuk membeli suatu barang. Di dalam dunia
humas, kita bertanggung jawab untuk menyajikan informasi faktual secara akurat,
tanpa berkewajiban untuk menyajikan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa pasokan
air melalui pipa itu lebih sehat dan bersih daripada air itulah yang akan
berhak menentukan untuk memilih air dari pipa-pipa saluran tadi atau tidak.
Etika terutama sekali harus diberlakukan pada setiap
perilaku para praktisi humas. Integritas pribadi merupakan bagian utama dari
profesionalisme. Prinsip ini juga berlaku di berbagai bidang kekaryaan lainnya
seperti halnya bidang profesi dokter, guru maupun akuntan. Para petugas humas
juga harus menerapkan humas terhadap diri mereka sendiri mengingat sosok mereka
selalu dinilai berdasarkan apa-apa yang mereka kerjakan. Praktisi humas yang
baik adalah mereka yang senantiasa berusaha memberikan nasihat-nasihat terbaik,
tidak suka menyuap atau disuap apalagi korup serta selalu mengemukakan segala
sesuatu atas dasar fakta-fakta yang ada, bukan mengada-ada atau hanya untuk
menyenangkan kalangan tertentu saja (misalnya kalangan pers yang memang sering
menentukan opini masyarakat atas sosok dan kehadiran suatu lembaga). Mereka
adalah orang-orang yang profesional.
Oleh karena itu, seandainya saja pihak majikan
(atasan atau klien) meminta para praktisi humas untuk melakukan sesuatu yang
tidak etis, mereka harus mau dan mampu menolaknya karena hal itu jelas
bertentangan dengan kode etik profesional yang harus mereka patuhi dan junjung
tinggi. Sebagai landasan formal bagi segenap kegiatannya, setiap praktisi humas
wajib mencari suatu bentuk pengakuan itu adalah CAM Diploma in Public
Relations, atau ijazah yang dikeluarkan oleh British Institute of Public
Relations. Sedangkan di Amerika Serikat adalah sertifikat lulus ujian yang
khusus diselenggarakan oleh Public Relations Society of America atau sertifikat
dari International Association of Business Communication. Di hampir semua negara,
khususnya negara-negara maju, sudah ada
lembaga-lembaga yang khusus menerbitkan
sertifikat profesi di bidang humas. Dalam rangka memperkuat kehadiran dan
sosoknya, para konsultan humas juga
perlu membentuk asosiasi-asosiasi profesi humas. Salah satu contohnya
adalah Asosiasi Para Konsultan Humas atau Public Relations Consultans
Association di Inggris. Kita juga mengenal adanya International Public
Relations (IPR) yang syarat-syarat keanggotaannya didasarkan pada usia dan
bobot pengalaman seorang praktisi humas yang menjadi calon anggota (ada pun
syarat lainnya, ia juga harus memilik CAM
Diploma atau diploma di bidang humas lainnya yang kurang lebih setara).
Asosiasi perusahaan Public Relations Indonesia
(APPRI), yang diorbitkan pada 10 april 1987 di Jakarta, merupakan sebuah
organisasi yang berbentuk asosiasi dari perusahaan-perusahaan public relations
nasional yang independen.
Misi utama APPRI adalah ingin
mendarmabaktikan kemampuannya pada bangsa dan negara, khususnya dalam
profesionalisme di bidang public relations. Ke luar, ingin menanamkan makna
kegiatan public relatins, dalam arti bagaimana memberikan kemampuan dalam
pengelolaan program komunikasi, yang berkaitan dengan penciptaan, pengembangan
dan pembinaan citra. Ke dalam, melakukan koordinasi, peningkatan profesi dan
menjaga dinamika usaha melalui kerja sama dan persaingan yang sehat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana nilai kode etik?
2.
Ketentuan apa saja yang ada di dalam
kode etik nasional?
3.
Ketentuan apa saja yang ada di dalam
kode etik internasional?
4.
Bagaimana persamaan dan perbedaan antara
kode etik nasinal dan kode etik internasional?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui nilai kode etik.
2.
Untuk mengetahui ketentuan kode etik
nasional.
3.
Untuk mengetahui ketentuan kode etik
internasional?
4.
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
antara kode etik nasional dan kode etik internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nilai Kode Etik dan
Kode Etik Internasional
Suatu kode etik profesional hanya akan efektif
apabila benar-benar diterapkan dalam rangka mengatur sepak terjang para
praktisi yagn menekuni profesi yang bersangkutan. Jika perilaku para praktisi
dibiarkan menyimpang, apalagi jika mereka juga enggan bergabung dalam
asosiasi-asosiasi profesi, maka kode etik itu tidak lebih dari setumpuk kertas
dan sederet tulisan tanpa makna. Sehubungan dengan masih begitu banyaknya
kritikan, kecurigaan dan terutama sekali sikap masa bodoh terhadap keberadaan
profesi humas, maka kode etik kehumasan tersebut mutlak perlu ditegakkan. Tentu
saja penegakan kode etik takkan sanggup sepenuhnya menghapus semua perilaku
menyimpang. Namun sedikit banyak, seperti juga yang dialami oleh berbagai
bidang profesi lainnya, pendisiplinan kode etik itu pasti membawa manfaat yang
berarti.
Sekarang sudah terdapat beberapa kode etik internasional
seperti Kode Athena yang terkenal itu. Kode etik ini ditetapkan secara resmi
oleh International Public Relations Association (IPRA) di Athena, Yunani pada
tahun 1965, dan kemudian disempurnakan lagi di Teheran, Iran pada tahun 1968.
Penekanan kode etik tersebut adalah kepada “hak-hak asasi manusia”. Sampai
sejauh ini IPRA telah memiliki anggota yang berasal dari 70 negara. Meskipun
prestisius dan mengandung kekuatan, kode etik tersebut juga tidak luput dari
kelemahan. Sentimen-sentimen terhadapnya cukup banyak, dan tentu saja itu semua
tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun lembaga pembuat kode etik itu sendiri
memang acapkali tidak memiliki perangkat pendukung yang memadai untuk
memastikan bahwa semua aturan yang digariskannya telah dipatuhi. Selain itu,
seringkali juga tidak tersedia catatan-catatan pelanggaran yang jelas dan
terinci. Bahkan boleh dikatakan bahwa sampai sejauh ini belum ada tindak
pelanggaran yang dikenai sanksi nyata. Kode etik IPRA memang punya permen karet untuk dikunyah,
tapi tidak memiiki gigi untuk mengunyahnya.
Sementara kode etik praktek yagn ditetapkan oleh British
Institute of Public Relations nampaknya lebih efektif penerapannya. Begitu
seseorang diangkat sebagai anggota, maka ia langsung terikat kewajiban untuk mematuhi
semua peraturan yang tertuang dalam kode etik praktek tersebut. Setiap
pelanggaran akan mengakibatkan sanksi. Tidak seperti IPRA, lembaga ini memiliki
sutau komite pengawas yang menerima dan memproses pengaduan-pengaduan yang
disampaikan oleh seseorang melalui direkturnya. Di samping itu, lembaga ini
memiliki komite disiplin yang memiliki wewenang bertindak tanpa persetujuan
dewan pimpinan dalam menangani berbagai macam persoalan yang tergolong amat
serius. Kasus yang sangat berat memang jarang terjadi, namun lembaga tersebut
sudah pernah beberapa kali menerapkan sanksi-sanksi maupun peringatan yang
dipublikasikan kepada pihak pelanggar.
Public Relations Consultans Association juga
memiliki kode etik serupa dalam mengatur perilaku segenap anggotanya yang
khusus terdiri dari konsultan-konsultan humas (keanggotaan lembaga ini tidak
berdasarkan individu, melainkan lembaga atau perusahaan yang bergerak dalam
bidang jasa humas). Pada tahun 1990 dan 1991 terjadi perubahan-perubahan
radikal atas struktur kedua kode etik tersebut. Yang pertama PRCA mengubah kode
etik bakunya menjadi sebuah piagam yang lebih terinci. Piagam ini tidak hanya
menyebutkan apa-apa yang tidak boleh dilakukan, tetapi juga hal-hal yang harus
dikerjakan. Pada tahun yang sama, yakni 1990, terjadi perubahan radikal yang
kedua. IPR mengadakan revisi total atas klausul 9 yang memang tergolong
kontroversial dan tidak populer karena melarang perhitungan pembayaran
jasa-jasa humas berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh. (Penulis sendiri
pernah diajukan ke Komite Pengawas atau Professional Practise Committee karena
mengancam klausul 9 sebagai suatu ketentuan yang sangat kabur sehingga mudah
sekali menimbulkan penafsiran ganda)
B.
Kode Etik Code Of Professional Conduct IPR
1. Ketentuan Praktek Humas
Setiap
anggota wajib:
a.
Menjalankan
tugas positif yakni berpegang teguh pada standar-standar tertinggi dalam
melangsungkan setiap praktek humas, serta senantiasa menjalin hubunan yang adil
dan jujur dengan pihak atasan dan atau klien, dengan sesama praktisi humas,
dengan para profesional lainnya, dengan pihak pemasok, pihak perantara, segenap
media komunikasi, para pegawai, dan yang paling utama dengan khalayak.
b.
Menyadari,
memahami dan menaati ketentuan ini, termasuk segenap amandemennya, dan berbagai
ketentuan lainnya yang akan dipadukan ke dalamnya; selalu berusaha menyesuaikan
diri dengan setiap petunjuk dan rekomendasi yang berupa pedoman atau bimbingan
pelaksanaan praktek humas yang diberikan oleh IPR, serta memperhatikan dan
melaksanakan pedoman atau bimbingan tersebut yang tertuang dalam setiap
lembaran dokumen petunjuk praktek.
c.
Menjunjung
tinggi kode etik ini dan bekerja sama dengan para anggota IPR lainnya untuk
menegakkan wibawanya. Setiap anggota yang membiarkan saja terjadinya suatu
pelanggaran juga akan digolongkan
sebagai pelanggar. Staf atau pegawai dari suatu lembaga anggota yang
melakukan suatu pelanggaran harus langsung ditindak oleh lembaga anggota yang
bersangkutan.
d.
Menghindarkan
diri dari setiap tindakan atau hal-hal yang akan dapat mencemarkan nama baik
IPR, serta reputasi dan kepentingan profesi humas.
2. Ketentuan Mengenai Khalayak, Media, dan Profesi lain
Setiap
anggota wajib:
a.
Melaksanakan
setiap kegiatan profesionalnya dengan selalu memperhatikan kepentingan
khalayak.
b. Menjalankan
tugas positif untuk senantiasa menjunjung tinggi kebenaran, tidak
mengungkapkan informasi-informasi yang salah satu yang bersifat menyesatkan,
baik secara sadar maupun hanya karena gegabah, serta akan selalau berusaha
memastikan kebenaran suatu informasi sebelum mengemukakannya.
c. Menjalankan tugas positif memastikan
bahwasannya segenap kepentingan aktual dari setiap organisasi yang dilayaninya
secara profesional (perusahaan induk atau perusahaan klien), selalu ternyatakan
secara jelas.
d. Mengetahui
dan menghormati kode etik profesi pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya.
e. Menghormati setiap peraturan dan ketentuan
dasar yang ditetapkan oleh lembaga berwenang lain yang relevan dengan
(menyangkut kepentingan) atasan klien.
f. Memastikan bahwa nama-nama semua direktur,
eksekutif, dan pejabat teras dari perusahaaan induk atau perusahaan kliennya,
para anggota parlemen, para penjabat pemerintah daerah serta tokoh-tokoh dari
berbagai macam lembaga atau organiasi yang relevan, telah tercatat dalam Daftar
IPR.
g. Menghormati
dan menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh pihak-pihak lain kepadanya
untuk menjalankan suatu aktivitas profesional.
h. Tidak
mengusulkan atau melakukan sutau tindakan yang akan dapat menimbulkan
pengaruh-pengaruh yang tidak pantas terhadap pemerintah, peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maupun media-media komunikasi.
i. Tidak
menawarkan, memberikan atau pun mendorong perusahaan induk atau perusahaan
klien untuk menyodorkan suapan atau bujukan kepada pejabat pemerintah atau
anggota parlemen atau personil-personil lembaga penting lainnya untuk melakukan
sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan kepentingan umum.
3. Ketentuan Mengenai Perusahaan Induk dan Perusahaan
Klien
Setiap
anggota wajib:
a. Menjaga kepercayaan
yang diberikan oleh perusahaan induk dan perusahaan klien, baik yang sekarang
maupun yang terdahulu, serta sekali-kali tidak akan memanfaatkan atau
mengungkapkan kepercayaan tersebut demi kepentingannya sendiri sehingga
mengakibatkan kerugian atau prasangka terhadap perusahaan induk dan atau
perusahaan klien (kecuali jika hal itu diizinkan oleh perusahaan induk dan atau
perusahaan klien yang bersangkutan), tanpa perintah atau persetujuan
pengadilan.
b. Memberitahukan
kepada pihak pimpinan atau pemegang saham (pemilik) perusahaan induk dan atau
perusahaan klien mengenai bentuk dan jumlah imbalan yang diinginkan atas
jasa-jasa pelayanan humas, baik itu yang disajikan imbalan yang diinginkan atas jasa-jasa
pelayanan humas, baik itu yang disajikan oleh dirinya sendiri, oleh stafnya,
atau oleh pihak lain yang ia rekomendasikan.
c. Memberitahukan dan
meminta persetujuan dari perusahaan induk dan atau perusahaan klien untuk
menerima upah, komisi atau bentuk-bentuk imbalan finansial lainnya dari pihak
lain.
d. Bebas melakukan
negosiasi atau renegosiasi dengan pihak perusahaan induk maupun perusahaan
klien dalam rangka mencapai suatu bentuk kerja sama yang lebih baik dan yang
lebih adil, yakni kerja sama yang lebih mencerminkan beban kerja yang
sesungguhnya serta faktor-faktor sumber daya penting di luar jam kerja,
termasuk pengalaman. Setiap faktor khusus perlu diberi perhatian dan imbalan
yang sepantasnya, serta dengan memperhitungkan berbagai hal berikut ini:
1) Kompleksitas
permasalahan, tugas atau suatu fungsi yang hendak ditangani, termasuk
banyak-sedikitnya kesulitan dalam pencarian penyelesaiannya.
2) Tingkat keahlian khusus atau profesional yang
dituntut, serta besar-kecilnya tangung jawab yang diminta untuk melaksanakan
tugas.
2) Jumlah dokumentasi
yang dibutuhkan atau yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan tugas-tugas,
serta besar-kecilnya arti penting yang terkandung di dalam dokumentasi
tersebut.
4) Sebagian atau
seluruh kondisi dasar maupun lingkungan kerja yang ada.
5) Cakupan, skala dan
nilai dari suatu tugas, serta arti pentingnya sebagai suatu kegiatan,
persoalan, atau pun proyek, bagi pihak perusahaan induk dan atau perusahaan
klien.
Setiap
anggota hendaknya tidak:
f. Menyalahgunakan
informasi-informasi yang berkaitan erat dengan kepentingan finansial atau
kepentingan-kepentingan apa pun dari pihak perusahaan induk dan atau perusahaan
klien.
g. Memanfaatkan infomasi terbatas untuk
kepentingan dirinya sendiri. Setiap lembaga anggota maupun segenap stafnya
tidak diperkenankan memperjual-belikan keterangan tentang keamanan atau
informasi terbatas lainnya dari perusahaan induk dan atau perusahaan kliennya
tanpa izin khusus secara tertulis dan resmi dari pejabat yang berwenang
memberikannya.
h. Melayani kepentingan perusahaan induk dan
atau perusahaan klien sesuai dengan syarat-syarat dan segenap kondisi yang
telah ditetapkan bersama pada saat sebelumnya, tanpa harus mengorbankan
kemandirian atau independensi, obyektivitas dan integritasnya.
i. Membela kepentingan perusahaan induk dan
atau perusahaan klien, tanpa harus merugikan kepentingan pihak lain secara
sepihak.
j. Menjamin tercapainya suatu hasil yang masih
berada dalam batas-batas kapasitas atau kemampuannya.
4. Ketentuan Mengenai Rekan Seprofesi
Setiap anggota wajib:
a. Senantiasa berpegang teguh kepada
standar-standar akurasi dan kebenaran
yang tertinggi, menghindarkan diri dari pernyataan berlebihan dan
perbandingan yang tidak adil, serta mengaku-aku ide atau kalimat yang
sebenarnya milik orang lain.
b. Bebas menyediakan
ketrampilan dan jasa pelayanannya kepada setiap perusahaan induk dan atau klien
yang potensial, baik melalui inisiatifnya sendiri maupun lewat inisiatif pihak
lain, serta selalu bekerja dengan sungguh-sungguh demi menjaga nama baik pihak
yang memperkerjakan atau yang merekomendasikannya.
Setiap
anggota hendaknya tidak:
c. Mencemarkan nama
baik atau pun praktek profesi dari para anggota lainnya.
5. Penafsiran Kode Etik
a. Dalam rangka
menafsirkan kode etik ini, segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku
juga harus diterapkan.
6. Kode Etik Profesional BAIE
Berikut ini disajikan
gagasan dasar Les Holloway, ketua British Association of Industrial Editor
(BAIE) pada periode 1988-1989, yang tujuh di antaranya juga berlaku untuk para
editor jurnal internal. Kode Etik tersebut dipaparkan secara singkat pada Sub
bab 11 hingga 17 berikut ini:
a.
Integrasi
Komunikasi
Segenap anggota harus
senantiasa berusaha keras untuk tidak menerbitkan suatu informasi yang tidak
sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.
b.
Kerahasiaan
Informasi
Setiap anggota wajib menjaga kerahasiaan informasi
yang diterima atau dipercayakan keapdanya selama melangsungkan
kegiatan-kegiatan profesionalnya, sehingga ia tidak sepantasnya menerbitkan,
menyebarluaskan, atau membuka informasi tersebut, kecuali atas perintah
pengadilan.
c.
Kerugian
terhadap Anggota Lain
Masing-masing anggota tidak diperkenankan melakukan
suatu hal yang dapat mencemarkan atau merugikan reputasi profesional dari
anggota lainnya.
d.
Reputasi Profesi
Masing-masing anggota tidak sepantasnya melakukan
sesuatu hal semata-mata atas dasar kemauannya sendiri sehingga akan dapat
merusak reputasi Asosiasi (BAIE) atau nama baik dari praktek penyelenggaraan
komunikasi-komunikasi yang bersifat internal di suatu perusahaan atau
organisasi.
e.
Syarat-syarat
Legal
Segenap anggota harus senantiasa memastian
bahwasanya media komunikasi yang menjadi tanggung jawabnya sudah menaati dan
sesuai dengan segenap persyaraatan hukum yang berlaku, mulai dari hukum yang
mengatur perihal hak cipta, hukum yang mengatur pencermaran nama baik dan
tindakan balasannya, serta berbagai ketentuan hukum yang khusus mengatur
berbagai aspek penerbitan dan materi cetak.
f.
Tindak
Pelanggaran
Seandainya ada salah satu anggota yang atas dasar
alasan tertentu merasa yakin bahwa ada anggota lain yang terlibat dalam
praktek-praktek yang tidak bisa dikatakan sesuai dengan kode etik ini, maka ia
berkewajiban untuk melaporkannya kepada Dewan Asosiasi (Council of Association)
melalui ketua, wakil ketua, atau Pimpinan Eksekutif Asosiasi. Dewan akan segera
mengambil tindakan-tindakan yang dinilai perlu dalam rangka mengatasinya,
sesuai dengan Anggaran Dasar Asosiasi. Anggota yang terkena dakwaan tadi, jika
ia merasa tidak puas atau jika ia merasa dirugikan, juga berhak untuk
mengajukan banding kepada Senat Asosiasi, sesuai dengan ketentuan yang tertuang
dalam Anggaran Dasar.
g.
Penegakan Kode
Etik
Setiap anggota Asosiasi berkewajiban untuk
menjunjung tinggi kode Etik Profesional dan bekewajiban pula untuk bekerja sama
dengan segenap anggota lainnya untuk itu.
h.
Persyaratan
Legal
BAIE sangat menekankan perlu diperhatikannya hukum
hak cipta hukum yang berkenaan dengan pencemaran nama baik, serta berbagai
ketentuan hukum yang mengatur berbagai aspek penerbitan atau materi cetakan.
Mengingat anggota-anggota BAIE adalah para penerbit, maka hukum-hukum tersebut
memang sangat penting. Materi cetakan adalah identitas dari suatu prusahaan
penerbitan (pembuat isi buku) dan atau percetakan (pembuat sosok fisik buku).
Setiap materi terbitan, entah itu buku, majalah, atau apa saja, senantiasa
menyandang logo dan nama perusahaan-perusahaan yang menerbitkan serta
mencetaknya di bagian sampul atau bagian dalamnya. Materi cetak merupakan benda
yang dilindungi hukum. Logo perusahaan itu amat penting, apalagi bila terjadi
suatu perselisihan.
C. ASOSIASI
PERUSAHAAN PUBLIC RELATIONS INDONESIA (APPRI)
1.
TUJUAN
Untuk melaksanakan misi utamanya, APPRI mempunyai
beberapa tujuan yakni:
a. Menghimpun,
membina dan mengarahkan potensi perusahaan public relations nasional, agar
secara aktif, positif dan kreatif, turut serta dalam usaha mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
b. Mewujudkan
fungsi public relations yang sehat, jujur dan bertanggung jawab, sesuai dengn
kode praktek dan kode etik yang lazim berlaku secara nasional dan
internasional.
c. Mengembangkan
dan memajukan kepentingan asosiasi dengan memberikan kesempatan kepada para
anggota untuk konsultasi dan kerja sama serta memberikan saran bagi pemerintah,
badan-badan kemasyarakatan, asosiasi yang mewakili dunia industri dan
perdaganangan, serta badan-badan lain untuk berkonsultasi dengan APPRI sebagai
suatu lembaga.,
d. Memberi
informasi kepada klien bahwa anggota APPRI memenuhi syarat untuk memberikan
nasihat dalam bidang public relations dan akan bertindak untuk klien menurut
kemampuan profesionalnya.
e. Merupakan
sarana untuk para anggotanya dalam soal-soal kepentingan usaha dan profesi, dan
menjadi forum koordinasi praktek public relations.
f. Merupakan
medium bagi masyarakat umum untuk mengetahui mengenai pengalaman dan
kualifikasi para anggotanya.
g. Membantu
mengembangkan kepercayaan umum atas jasa public relations.
2.
KEANGGOTAAN
Sebagai bentuk asosiasi perusahaan, keanggotaan
APPRI adalah perusahaan-perusahaan public relations yang didirikan berdasarkan
hukum negara Republic Indonesia, dan sepenuhnya dimiliki oleh warga negara
Indonesia yang mempunyai klasifikasi sebagai praktisi public relations
profesional.
3.
KEGIATAN
Di dalam melaksankan tujuannya, APPRI
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan, baik yang bersifat ke dalam organisasi
maupun ke masyarakat luas. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain:
1. Membentuk
dan melaksanakan prinsip-prinsip kegiatan dan kode etik dalam profesi public
relations.
2. Menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan peningkatan profesi anggotanya melalui: seminar, lokakarya,
diskusi, pendidikan, kunjungan dan sejenisnya.
3. Melakukan
penelitian, menghimpun, dan mengalisa perkembangan dunia usaha umumnya dan
aktivitas usaha public relations khususnya, dalam upaya pembinaan dan
pengembangan kegiatan usaha anggotanya.
4. Melakukan
koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti: pemerintah, dunia usaha, lembaga
pendidikan, institusi dan organisasi lain, serta masyarakat luas umumnya, dalam
rangka perluasan kegiatan usaha anggotanya maupun penyebarluasan profesi public
relations dan pengabdian pada masyarakat.
4.
KODE ETIK PROFESI ASOSIASI PERUSAHAAN
PUBLIC RELATIONS INDONESIA
Pasal 1
Norma-norma
Perilaku Profesional
Dalam
menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai
kepentingan umum dan menjaga harga diri setiap anggota masarakat. Menjadi
tanggung jawab pribadinya untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik
yang mantan maupun yang sekarang, dan terhadap sesama anggota Asosiasi, anggota
media komunikasi serta masyarakat luas.
Pasal 2
Penyerbaluasan Informasi
Seseorang
anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab,
informasi yang palsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha
sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk
menjaga integritas dan ketepatan informasi.
Pasal 3
Media Komunikasi
Seseorang
anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media
komunikasi.
Pasal 4
Kepentingan yang Tersembunyi
Seseorang
anggota tidak akan melibatkan dirinya dalam kegiatan apa pun yang secara
sengaja bermaksud memecah belah atau menyesatkan, dengan cara seolah-olah ingin
memajukan suatu kepentingan tertentu padahal sebaliknya justru memajukan kepentingan lain yang
tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar kepentingan sejati
organisasi yang menjadi mitra kerjanya benar-benar terlaksana secara baik.
Pasal 5
Informasi Rahasia
Seorang
anggota (kecuali apabila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak
akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang diberikan kepadanya, atau
yang diperolehnya, secara pribadi dan
atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dan kliennya, baik di masa
lalu, kini atau di masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau
untuk keuntungan lain tanpa persetujuan jelas dari yang bersangkutan.
Pasal 6
Pertentangan Kepentingan
Seorang
anggota tidak akan mewakili kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan
atau yang saling bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak yang
bersangkutan, dengan terlebih dahulu mengemukakan fakta-fakta yang terkait.
Pasal 7
Sumber-sumber pembayaran
Dalam
memberikan jasa pelayanan kepada kliennya, seorang anggota tidak akan menerima pembayaran, baik tunai
atau pun dalam bentuk lain, yang diberikan sehubungan dengan jasa-jasa
tersebut, dari sumber mana pun, tanpa persetujuaan jelas dari kliennya.
Pasal 8
Memberikan Kepentingan keuangan
Seorang
anggota, yang mempunyai kepentingan keuangan dalam suatu organisasi, tidak akan
menyarankan klien atau majikannya untuk memakai organisasi tersebut atau pun
memanfaatkan jasa-jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih
dahulu kepentingan keuangan pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.
Pasal 9
Menumpang-tindih Pekerjaan Anggota
Lain
Seorang
anggota yang mencari pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati
langsung atau secara pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial,
akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengetahui apakah
pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila
demikian, maka menjadi kewajibannya untuk memberitahukan anggota tersebut
mengenai usaha dan pendekatan yang akan dilakukannya anggota tersebut mengenai
usaha dan pendekatan yang akan dilakukannnya terhadap klien tersebut. (sebagian
atau seluruh pasal ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalangi anggota
mengiklankan jasa-jasa secara umum.
Pasal 11
Imbalan Kepada Karyawan
kantor-kantor Umum
Seorang
anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apa pun, dengan tujuan
untuk memajukan kepentingan pribadinya (atau kepentingan klien), kepada orang
yang menduduki suatu jabatan, suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat
luas.
Pasal 12
Mengkaryakan Anggota Parlemen
Seorang
anggota yang memperkerjakan seorang anggota parlemen, baik sebagai konsultan
ataupun pelaksanaan, akan memberitahukan kepada ketua Asosiasi tentang hal
tersebut maupun tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua Asosiasi akan
mencatat hal tersebut dalam suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk
keperluaan tersebut. Seorang anggota Asosiasi yang kebetulan juga menjadi
anggota parlemen, wajib memberitahukan atau memberi peluang agar terungkap,
kepada Ketua, semua keterangan apa pun mengenai dirinya.
Pasal 13
Mencemarkan Anggota-anggota lain
Seorang
anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktek
profesional angota lain.
Pasal 14
Instruksi/perintah Pihak-pihak lain
Seorang
anggota yang secara sadar mengakibatkan atau memperbolehkan orang atau
organisasi lain untuk bertindak sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan kode
etik ini atau turut secara pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu,
akan dianggap telah melanggar kode ini.
Pasal 15
Nama Baik Profesi
Seorang
anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik
Asosiasi, atau profesi public relations.
Pasal 16
Menjunjung Tinggi Kode Etik
Seorang
anggota wajib menjunjung tinggi kode etik ini, dan wajib bekerja sama dengan
anggota lain dalam menjunjung tinggi kode etik, serta dalam melaksanakan
keputusan-keputusan tentang hal apa pun yang timbul sebagai akibat dari
diterapkannya keputusan tersebut. Apabila seorang anggota mempunyai alasan
untuk berprasangka bahwa seorang anggota lain terlibat dalam kegiatan-kegiatan
yang dapat merusak Kode Etik ini, maka ia berkewajiban untuk memberitahukan hal
tersebut kepada Asosiasi. Semua anggota wajib mendukung asosiasi dalam
menerapkan dan melaksanakan kode etik ini, dan asosiasi wajib mendukung setiap
anggota yang menerapkan dan melaksanakan Kode Etik ini.
Pasal 17
Profesi Lain
Dalam
bertindak untuk seorang klien atau majikan yang tergabung dalam suatu profesi,
seorang akan menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan secara sadar tidak
turut dalam kegiatan apa pun yang dapat mencemarkan Kode Etik tersebut.
Berikut ini adalah
daftar 17 perusahaan yang bergerak dalam bidang Public Relations yang tergabung
dalam APPRI. Jasa dan keahlian yang mereka tawarkan amat bervariasi. Pemuatan
daftar ini tidak dimaksudkan sebagai rekomendasi, sebab penulis tidak
mengetahui persis kualitas perusahaan-perusahaan tersebut. Namun mengingat
daftar ini diperoleh dari APPRI, mestinya mereka tunduk pada Kode Etik APPRI.
D. ANALISIS
Untuk Kode etik Internasional sangatlah mementingkan Kredibilitas dan
kepercayaan, tidak hanya harus
dipercaya, tapi juga harus selalu mengemukakan segala sesuatu seperti apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang
sesungguhnya. Integritas
pribadi merupakan bagian utama dari profesionalisme.
Sedangkan Kode etik Nasional yang berbentuk asosiasi dari
perusahaan-perusahaan public relations nasional yang independen. Misi
utamanya yakni ingin
mendarma baktikan kemampuannya pada bangsa
dan negara, khususnya dalam profesionalisme di bidang public relations. Berpusat pada kemampuan
dalam mengelola program komunikasi, yang berkaitan
dengan penciptaan, pengembangan dan pembinaan citra, serta melakukan koordinasi,
peningkatan profesi dan menjaga dinamika usaha melalui kerja sama dan
persaingan yang sehat.
Sangatlah jelas
perbedaannya untuk kode etik Internasional lebih mengedepankan profesionalisme,
kredibilitas sertta kedisliplinan dari para praktisi humasnya. Sedangkan untuk kode etik nasionalnya lebih
terpusat pada cara berkomunikasi dan pembentukan citra organisasi agar nantinya
terbentuk atau tercipta image yang positif bagi organisasinya.
Terkait dengan
peraturan tingkah laku dan profesionalisme pegawainya serta ketentuan praktik
humasnya untuk kode etik Internasional lebih dijelaskan dan diatur secara
terperinci mengenai aturan-aturan bagi praktisi humasnya, di dalamnya
disebutkan berbagai aturan dalam menjalin
hubunan dengan pihak atasan dan atau klien, dengan sesama praktisi humas,
dengan para profesional lainnya, dengan pihak pemasok, pihak perantara, segenap
media komunikasi, para pegawai, dan yang paling utama dengan khalayak tentunya dengan
menekankan sikap yang adil dan jujur.
Sedangkan untuk
kode etik Nasional aturan bagi praktisi humas disebutkan secara lebih umum dan
sederhana, di dalam aturannya disebutkan bahwa seorang anggota (praktisi humas) wajib menghargai
kepentingan umum dan menjaga harga diri setiap anggota masarakat. Menjadi
tanggung jawab
pribadinya untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang mantan
maupun yang sekarang masih
menjadi klien, dan terhadap sesama anggota Asosiasi, anggota
media komunikasi serta masyarakat luas.
Pada intinya
secara garis besar terdapat kesamaan antara kode etik nasional maupun
Internasional, namun begitu di dalam
kode etik Internasional lebih terperinci dan lebih jelas aturan-aturan dan
batasan-batasan bagi seorang praktisi humas di dalam menentukan sikapnya.
Di dalam kode etik Internasional Seorang praktisi
humas haruslah menghindarkan diri dari
setiap tindakan atau hal-hal yang akan dapat mencemarkan nama baik organisasi, serta reputasi dan kepentingan profesi humas. Apabila seorang praktisi humas melakukan tindakan pelanggaran ataupun
kecurangan di dalam praktiknya akan langsung ditindaklanjuti oleh lembaga yang
bersangkutan.
Sedangkan di dalam kode etik nasional apabila
seseorang baik itu konsultan maupun praktisi humas mengetahui adanya kecurangan
di dalam praktik kehumasannya ia dianjurkan untuk memberitahukan kepada ketua
Asosiasi tentang hal tersebut maupun tentang jenis kecurangannya. Selanjutnya Ketua
Asosiasi akan mencatat hal tersebut dalam suatu buku catatan yang khusus dibuat
untuk keperluaan tersebut. Seorang anggota Asosiasi yang mengetahui kecurangan
tersebut haruslah memberikan informasi agar kasus tersebut dapat
terungkap.
Dari sini dapat
kita lihat perbedaan yang sangatlah mencolok dalam penanganan masalah mengenai
praktik kecurangan di dalam kehumasan.
Dalam kode etik nasional terdapat prosedur yang terlalu panjang dan
berbelit-belit sedangkan untuk kode etik Internasional hal tersebut langsung
mendapat penanganan dari pihak yang bersangkutan.
Di dalam kode etik Internasional mengenai penggunaan
media komunikasi yang digunakan sudah menaati dan sesuai dengan segenap
persyaraatan hukum yang berlaku, mulai dari hukum yang mengatur perihal hak
cipta, hukum yang mengatur pencermaran nama baik dan tindakan balasannya, serta
berbagai ketentuan hukum yang khusus mengatur berbagai aspek penerbitan dan
materi cetak. Hal ini telah ditetapkan
dengan hukum sehinga meminimalisir masalah yang mungkin akan timbul di kemudian
harinya.
Untuk kode etik
nasional sendiri aturan mengenai media komunikasi memang sudah ada, akan tetapi
belum memuat mengenai peraturan, perihal hak cipta, materi cetak dan
sebagainya. Hal ini dapat dijadikan
koreksi dan contoh untuk tindakan antisipasi apabila di kemudian harinya mungkin
akan timbul masalah yang tidak diinginkan.
Untuk kedepannya hal ini dapat menjadi pertimbangan di dalam merevisi,
melengkapi dan menyempurnakan peraturan yang telah dibuat.
Dalam kode etik Internasional Seandainya terdapat
salah satu anggota yang atas dasar alasan tertentu merasa yakin bahwa ada
anggota lain yang melakukan kecurangan dalam prakteknya dan bisa dikatakan
tidak sesuai dengan kode etik ini, maka ia berhak untuk melaporkannya kepada
Dewan Asosiasi (Council of Association) melalui ketua, wakil ketua, atau
Pimpinan Eksekutif Asosiasi. Dewan akan segera mengambil tindakan yang dinilai
perlu sesuai dengan Anggaran Dasar Asosiasi. Anggota yang terkena dakwaan tadi,
jika ia merasa tidak puas atau dirugikan, ia berhak untuk mengajukan banding
kepada Senat Asosiasi, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Anggaran
Dasar
Untuk aturan yang satu ini sepertinya belum termuat
dalam kode etik nasional. Hal-hal yang
belum tercantum ataupun belum lengkap tersebut untuk kedepannya dapat dijadikan
bahan revisi untuk menyempurnakan peraturan yang sudah ada.
1. Persamaan
Kode etik Public
Relation Internasional dan Nasional memiliki beberapa persamaan diantaranya,
yaitu:
a. Sama-sama harus menjalankan tugas dengan menjunjung tinggi kebenaran,
tidak mengungkapkan informasi-informasi yang salah satu yang bersifat
menyesatkan, baik secara sadar maupun hanya karena gegabah, serta akan selalau
berusaha memastikan kebenaran suatu informasi sebelum mengemukakannya.
2.
Harus menghormati
dan menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh pihak-pihak lain kepadanya
untuk menjalankan suatu aktivitas profesional
3. Tidak menawarkan, memberikan atau pun mendorong
perusahaan induk atau perusahaan klien untuk menyodorkan suapan atau bujukan
kepada pejabat pemerintah atau anggota parlemen atau personil-personil lembaga
penting lainnya untuk melakukan sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan
kepentingan umum.
4.
Harus menjaga
kepercayaan. Baik informasi-informasi yang sekarang maupun yang terdahulu, dan
diperbolehkan memanfaatkan atau mengungkapkan kepercayaan tersebut demi
kepentingannya sendiri sehingga mengakibatkan kerugian atau prasangka terhadap
perusahaan induk dan atau perusahaan klien (kecuali jika hal itu diizinkan oleh
perusahaan induk dan atau perusahaan klien yang bersangkutan), tanpa perintah
atau persetujuan pengadilan.
5.
Setiap lembaga
anggota maupun segenap stafnya tidak diperkenankan memperjual-belikan
keterangan tentang keamanan atau informasi terbatas lainnya dari perusahaan
induk dan atau perusahaan kliennya tanpa izin khusus secara tertulis dan resmi
dari pejabat yang berwenang memberikannya.
6. Perihal
Informasi rahasia, seorang anggota (kecuali apabila diperintahkan oleh aparat
hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang
diberikan kepadanya, atau yang diperolehnya, secara pribadi dan atas dasar kepercayaan, atau yang
bersifat rahasia, dan kliennya, baik di masa lalu, kini atau di masa depan,
demi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk keuntungan lain tanpa
persetujuan jelas dari yang bersangkutan.
7.
Membela
kepentingan perusahaan induk dan atau perusahaan klien, tanpa harus merugikan
kepentingan pihak lain secara sepihak.
8. Setiap anggota hendaknya tidak mencemarkan nama baik
atau pun praktek profesi dari para anggota lainnya. Seorang
anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktek
profesional angota lain.
9.
Menghindarkan
diri dari setiap tindakan atau hal-hal yang akan dapat mencemarkan nama baik
IPR, serta reputasi dan kepentingan profesi humas. Seorang
anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik
Asosiasi, atau profesi public relations.
10. Senantiasa berpegang teguh pada standar-standar
tertinggi dalam melangsungkan setiap praktek humas, serta senantiasa menjalin
hubunan yang adil dan jujur dengan pihak atasan dan atau klien, dengan sesama
praktisi humas, dengan para profesional lainnya, dengan pihak pemasok, pihak
perantara, segenap media komunikasi, para pegawai, dan yang paling utama dengan
khalayak.
11. Persamaan
lainnya yaitu sama-sama tidak diperbolehkan melakukan suap-menyuap/ menerima
suap.
2.
Perbedaan
a.
Pebedaannya yaitu kalo yang nasional
harus sesuai dengan peraturan APPRI kalo
yang internasional sesuai dengan peraturan IPRA.
b.
Kode etik nasional lebih detail di dalam
menerangkan tentang tumpang tindih profesinya.
c.
Yang berbeda lagi yaitu tentang
peraturan masalah keuangannya.
d.
Perbedaan lainnya yaitu di dalam kode
etik internasional harus mentaati berbagai peraturan yang sangat ketat dan
spesifik dan harus mendapat sertifikat dan lolos ujian. Lebih selektif dan
lebih profesional dalam bidang ke-humas’an. Sebagai landasan formal bagi
segenap kegiatannya, setiap praktisi humas wajib mencari suatu bentuk pengakuan
itu adalah CAM Diploma in Public Relations, atau ijazah yang dikeluarkan oleh
British Institute of Public Relations. Sedangkan di Amerika Serikat adalah
sertifikat lulus ujian yang khusus diselenggarakan oleh Public Relations
Society of America atau sertifikat dari International Association of Business
Communication. Di hampir semua negara, khususnya negara-negara maju, sudah ada lembaga-lembaga
yang khusus menerbitkan sertifikat
profesi di bidang humas.
DAFTAR PUSTAKA
Jefkins Frank, 1992. Public Relations. Jakarta: Erlanga, Edisi keempat
Jefkins Frank disempurnakan Daniel Yadin. 2002. Public Relations. Jakarta:Erlangga,
Edisi kelima
Kasali Rhenald, 2003. Manajemen Public Relations konsep dan aplikasinya di Indonesia.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
21 Mei 2013 pukul 09.21
Cara bikin blog kaya gini, ajarin dun kirimkan ke e- mail ku, salam kenal sebelumX Didit anak Samarinda, keren looooo
aku pengen juga blog kaya gini
e-mail : DiditSutayana170492@gmail.com / fb. didit.sutayana@facebook.com / twitter : @mohonampunan1